UN online Why Not !!!

Hiruk pikuk soal UN (ujian nasional) setiap tahun selalu mendapat perlawanan dari masyarakat, tidak terkecuali dari kalangan dunia pendidikan sendiri. bentuk perlawanan tidak lagi hanya sebatas berwacana atau demo tetapi sudah masuk keranah hukum melalui gugatan ke Mahkamah Agung, tetapi sekalipun UN sampai digugat secara hukum dan MA memenangkan gugatan itu, tetap saja UN jalan terus.

Perjalanan UN memang tidak semulus EBTANAS, gugatan dan perlawanan dari masyarakat setiap tahun selalu bermunculan,  mulai dari pelaksanaannya yang dianggap tidak jujur, pendistribusian naskah soal yang carut marut sampai kepada indikasi UN hanyalah sebuah proyek Kementerian Pandidikan dan Kebudayaan yang ujung-ujungnya “P”  Sebenarnya jika pemerintah (Kemdikbud) mau sedikit saja membuka diri dan tidak bepikir pelaksanaan UN hanyalah sebuah proyek, bisa saja UN diselenggarakan tidak secara tertulis tetapi dilakukan secara online, toch,.. kemdikbud pernah punya pengalaman menyelenggarakan

By safudin

Pendidikan Yang Membodohkan

guru-mengajar-kartunBarangkali judul di atas terlalu ekstrem untuk ditulis, tetapi penyadaran bahwa apa yang dilakukan kebanyakan para guru tanpa disadari memang telah terjadi pembodohan terhadap siswanya, karena ketidak tahuan itulah tulisan ini perlu diungkap kepermukaan. Idealnya pendidikan adalah mencerdaskan,  tetapi jika pemikiran dan intelektualitas anak didik dipasung oleh gurunya, itu berarti Baca lebih lanjut

Pergeseran kedaulatan rakyat

MKSepuluh tahun lebih reformasi digulirkan, kata ” Demokrasi ” sepertinya sesuatu yang ditasbihkan untuk wajib dilaksanakan, tidak hanya penguasa, birokrat utamanya politikus selalu berlindung atas nama demokrasi (baca : rakyat) untuk melegalkan tindakan yang dilakukannya, pada kenyataannya tindakan dan prilaku mereka sepertinya justru mencederai makna demokrasi yang sesungguhnya, cobalah lihat dalam setiap PILKADA di daerah, rakyat jelas-jelas telah memilih si “A”, (pemegang suara terbanyak) namun oleh kekuasaan Partai Politik anggota legislatif ini dengan berbagai alasan kemudian di PAW dan diganti dengan yang lain. Untungnya rakyat kita kesadaran politiknya boleh dibilang masih rendah, melihat fakta ini rakyat paling cuman berguman ” kok Kayak Gini ya ???.

Ada contoh lain, dalam suatu pemilihan bupati/walikota atau gubernur, rakyat didaerah itu sudah memilih si ” A “, (pemenang suara terbanyak) oleh calon yang kalah kemudian dicari-cari kesalahannya dengan segala cara, kemudian si calon menggugat ke MK, dengan kepiawaiannya gugatanya kemudian dikabulkan MK, dan MK membatalkan pilihan rakyat di daerah itu, lebih miris malah MK menetapkan yang bukan pilihan rakyat menjadi pemimpin di daerah itu…

Contoh di atas, merupakan bukti telah terjadi pergeseran kedaulatan rakyat (baca:demokrasi) dari rakyat beralih ke Partai Politik dan Ke Mahkamah Konstitusi ????? sepertinya memang benar yang dikatakan Pak Amin Rais, bangsa ini walau sudah 68 tahun merdeka tapi tetap saja bangsa yang baru belajar berdemokrasi.

Guru ooooh guru !!!

Guru, itu profesi yang sangat mulia bukan karena ia pahlawan tanda jasa, atau ditangannya nasib generasi penerus ditentukan, tetapi profesi ini sekarang diburu semua orang, diburu oleh semua pencari kerja setelah kesana kemari tidak ada peluang baru lari ke profesi guru, setelah jadi guru honorer baru berteriak-teriak upah yang diterima jauh dibawah UMK, kemudian demo mengajak guru lain yang memang berlatar belakang guru menuntut supaya bisa diangkat PNS, urusan ngajar, gimana kondisi siswa ditinggalin demo, itu urusan nomor sekian, urusan perut adalah segala-galanya. Guru oh guru.

Masuk jadi guru, target pokok harus dapat Baca lebih lanjut

By safudin Dengan kaitkata

Pendidikan Demokrasi versus Pendidikan yang membelenggu

Pendidikan Demokrasi versus Pendidikan yang membelenggu

Terdapat tiga pandangan yang berkaitan dengan istilah Pendidikan Demokrasi :

Pertama : Pendidikan demokrasi adalah pendidikan tanpa diskriminasi, pendidikan untuk semua orang (education for all). Idealnya pendidikan, semua orang tanpa terkecuali berhak mendapatkan pelayanan pendidikan. Pendidikan tidak memandang status sosial, bentuk fisik manusia, atau tempat tinggal ataupun latar belakang budaya. Siapapun tanpa terkecuali berhak mendapatkan hak asasinya untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan dan kemiskinan melalui pendidikan.

Sayangnya idealisme ini hanya Baca lebih lanjut